Di sudut kecil sebuah desa di pinggiran Jawa Barat, terdapat kisah luar biasa dari seorang pemuda bernama Rakean. Usianya baru menginjak 26 tahun, namun kedewasaan, tanggung jawab, dan ketulusan hatinya seakan jauh melampaui usianya. Dalam kehidupan yang serba terbatas, ia memilih untuk tidak memikirkan dirinya sendiri, melainkan memberikan hidupnya untuk orang-orang yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian.

Rakean tinggal bersama seorang kakek tua bernama Damar dan 13 anak yatim piatu yang ia anggap sebagai keluarganya sendiri. Di rumah sederhana berdinding anyaman bambu dan beratapkan seng bekas, mereka menjalani hari-hari dengan penuh kehangatan meski dalam kesederhanaan.

Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar menyapa bumi, Rakean sudah bangun. Dengan sabit kecil di tangannya, ia bekerja sebagai tukang rumput di ladang warga. Upah yang diterimanya? Hanya Rp. 25 ribu per hari. Jumlah yang tentu saja jauh dari cukup jika dilihat dari jumlah orang yang ia tanggung. Namun, ajaibnya, dari uang sekecil itu, Rakean mampu mencukupi kebutuhan beras, perlengkapan sekolah untuk anak-anak, serta menyisihkan sebagian untuk membeli obat bagi kakek Damar yang sudah renta.

“Kadang saya juga heran, kok bisa cukup ya? Tapi saya percaya, kalau kita niatnya tulus, pasti selalu ada jalan,” ujarnya sambil tersenyum.

Cinta yang Tak Bersyarat

Bagi banyak orang, hidup dalam kekurangan bisa menjadi alasan untuk mementingkan diri sendiri. Tapi tidak bagi Rakean. Baginya, hidup adalah tentang memberi, bukan menerima. Ia menganggap anak-anak yang ia rawat bukan sebagai beban, tapi sebagai amanah dan sumber kebahagiaannya.

“Saya dulu yatim juga. Hidup di jalanan. Dulu saya pernah tidur di kolong jembatan, makan dari sisa-sisa orang. Sampai suatu hari, saya diselamatkan sama Kakek Damar. Dia bawa saya ke rumah ini, rawat saya, ajari saya bertani, nyabit rumput. Dari dia saya belajar kalau hidup itu bukan tentang apa yang kita punya, tapi tentang apa yang bisa kita bagi,” cerita Rakean dengan mata berkaca-kaca.

Setelah dewasa dan Kakek Damar mulai sakit-sakitan, Rakean memutuskan untuk melanjutkan jejak sang kakek: merawat anak-anak yang ditinggal orangtuanya. Ada yang kehilangan orangtua karena kecelakaan, ada yang karena bencana, ada juga yang ditinggalkan karena kemiskinan. Semua diterima Rakean dengan tangan terbuka.

Manajemen Uang Ala Rakean

Rakean bukan seorang ekonom, bukan pula lulusan sekolah tinggi. Tapi ia memiliki kecakapan yang luar biasa dalam mengelola keuangan. Setiap rupiah yang ia terima sudah memiliki pos masing-masing: sebagian besar untuk beras dan lauk sederhana, sebagian untuk kebutuhan sekolah seperti buku dan seragam bekas, dan sebagian lagi untuk membeli minyak kayu putih, salep, atau obat generik untuk Kakek Damar.

Ia juga pandai memanfaatkan bantuan dari tetangga sekitar. Kadang ada yang menyumbang pakaian bekas, kadang ada yang memberi sayur dari kebun. Tapi semua itu tidak diminta, hanya diberikan dengan sukarela karena banyak warga yang terharu melihat ketulusan Rakean.

“Saya tidak minta-minta. Saya kerja, dan saya percaya, kalau kita jujur dan niat baik, orang-orang juga akan melihat dan membantu,” katanya.

Mengajarkan Nilai Hidup kepada Anak-anak

Meski hidup dalam keterbatasan, anak-anak di rumah Rakean tumbuh menjadi pribadi yang sopan, disiplin, dan penuh empati. Setiap sore, setelah pulang sekolah, mereka bergiliran membantu pekerjaan rumah: menyapu, mencuci piring, menyiram tanaman. Lalu, di malam hari, Rakean mengajari mereka membaca dan menulis, kadang juga bercerita tentang perjuangan hidup dan pentingnya bersyukur.

“Saya ingin mereka tumbuh jadi manusia yang kuat dan baik hati. Biarpun hidup susah, jangan pernah jadi orang yang serakah. Jangan pernah membalas kejahatan dengan kejahatan,” pesan Rakean kepada anak-anaknya.

Kaya dalam Cinta

Ketika ditanya apakah ia pernah merasa lelah atau ingin hidup lebih nyaman, Rakean hanya tertawa kecil. “Hidup itu bukan soal banyaknya uang, tapi seberapa banyak yang bisa kita berikan untuk orang lain. Kita tidak kaya harta, tapi kita kaya dalam cinta,” ucapnya.

Kebahagiaan bagi Rakean bukan terletak pada gadget mahal atau liburan ke luar negeri, melainkan dari senyuman anak-anak setiap kali mereka bisa makan kenyang, bisa pergi ke sekolah dengan seragam bersih, atau bisa tidur nyenyak tanpa rasa takut.

Harapan Rakean untuk Masa Depan

Meski tidak pernah mengeluh, Rakean mengaku memiliki satu impian: memiliki warung kecil yang bisa menjadi sumber penghasilan tambahan. Bukan untuk memperkaya diri, tapi agar ia bisa membeli sepatu baru untuk anak-anak, atau menambah lauk yang lebih bergizi.

“Saya ingin anak-anak punya masa depan. Kalau mereka bisa sekolah tinggi, kerja yang baik, itu sudah lebih dari cukup buat saya. Saya tidak minta dibalas. Cukup mereka jadi orang baik dan bahagia,” ujarnya.

Kisah Rakean adalah kisah tentang keberanian mencintai tanpa syarat, tentang kekuatan hati dalam menghadapi hidup, dan tentang makna sejati dari kata ‘keluarga’. Di saat banyak orang sibuk mengejar kekayaan materi, Rakean memilih untuk menjadi kaya dalam kebaikan. Dan mungkin, dalam kesunyian rumah sederhananya, justru ada kebahagiaan yang paling tulus dan hakiki.