NYAWA MELAYANG di perlintasan tanpa palang pintu… Siswi SD tewas tertabrak KA Sancaka saat pulang sekolah. Sampai kapan anak-anak harus JADI KORBAN karena kelalaian fasilitas publik?

Tragedi di Perlintasan Tanpa Palang Pintu: Nyawa Siswi SD Melayang Saat Pulang Sekolah

Sebuah peristiwa memilukan kembali mengguncang masyarakat. Seorang siswi sekolah dasar (SD) tewas setelah tertabrak kereta api Sancaka di sebuah perlintasan tanpa palang pintu. Kejadian ini menyoroti kembali lemahnya infrastruktur keselamatan di fasilitas publik, terutama di jalur rel kereta api yang dilintasi warga setiap harinya.

Kejadian yang Menghentak Hati

Insiden tersebut terjadi pada siang hari, tepat setelah jam pulang sekolah. Korban, yang masih mengenakan seragam lengkap dan membawa tas sekolah, diketahui berjalan kaki hendak pulang melewati perlintasan rel yang kerap digunakan warga sebagai jalan pintas. Perlintasan tersebut tidak memiliki palang pintu, lampu peringatan, ataupun petugas penjaga.

Saat korban menyeberang, kereta api Sancaka melaju dari arah timur dengan kecepatan tinggi. Diduga korban tidak mendengar suara klakson kereta karena suasana bising dan tidak adanya sinyal peringatan. Tubuh korban terpental sejauh beberapa meter dan meninggal di tempat.

Kesaksian Warga Sekitar

Beberapa warga yang menyaksikan kejadian tersebut mengaku tak bisa berbuat banyak. “Kami teriak-teriak dari jauh, tapi dia mungkin nggak dengar. Kereta sudah terlalu dekat. Kami hanya bisa pasrah,” ujar Pak Hadi, warga sekitar yang melihat langsung kejadian tersebut.

Warga menyebut perlintasan itu sudah lama dibiarkan tanpa pengamanan, meski telah beberapa kali diajukan ke pemerintah desa dan dinas perhubungan untuk dipasang palang pintu atau minimal rambu peringatan.

Bukan Insiden Pertama

Mirisnya, ini bukan kali pertama perlintasan tersebut memakan korban. Dalam lima tahun terakhir, tercatat sudah empat kejadian serupa terjadi di lokasi yang sama, dengan dua korban meninggal dunia. Namun sejauh ini, belum ada tindakan serius dari pihak terkait untuk menutup atau mengamankan perlintasan tersebut.

Fakta ini memunculkan pertanyaan besar dari masyarakat: sampai kapan harus menunggu korban berikutnya baru ada perubahan?

Respons Keluarga dan Sekolah

Keluarga korban masih terpukul dan menolak diwawancarai oleh media. Namun pihak sekolah tempat korban belajar menyampaikan duka mendalam dan mengaku prihatin dengan kejadian tersebut. Kepala sekolah menekankan pentingnya pengawasan terhadap jalur pulang anak-anak, serta perlunya edukasi sejak dini tentang bahaya melintasi rel kereta.

“Kami akan mengkaji ulang rute pulang anak-anak, dan berkoordinasi dengan orang tua agar kejadian seperti ini tidak terulang,” kata kepala sekolah.

Pemerintah Harus Bertindak

Pemerintah daerah maupun instansi perkeretaapian dinilai harus segera mengambil langkah konkret. Perlintasan sebidang tanpa pengaman masih banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Masyarakat menuntut agar perlintasan yang sering dilalui anak-anak sekolah diberi prioritas untuk dibenahi.

Lembaga perlindungan anak pun menyuarakan keprihatinan mendalam. Mereka mendesak agar perlintasan seperti ini segera ditutup atau dipasangi sistem peringatan otomatis. Menurut mereka, anak-anak adalah kelompok paling rentan yang seharusnya dilindungi, bukan dibiarkan menghadapi risiko setiap hari.

Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Pertanyaan yang muncul kini adalah: siapa yang harus bertanggung jawab? Banyak pihak menilai ini adalah tanggung jawab bersama—baik dari pemerintah daerah, dinas perhubungan, hingga PT KAI.

Namun dalam kasus ini, masyarakat menuntut tanggung jawab utama dari pemerintah setempat yang dianggap lalai dalam menyediakan fasilitas publik yang aman. Sudah terlalu sering nyawa menjadi tumbal dari ketidakpedulian birokrasi dan lambannya proses pengambilan keputusan.

Suara Netizen dan Warga

Di media sosial, tagar #SelamatkanAnakKami dan #PalangPintuSekarang menjadi viral. Warganet menyampaikan belasungkawa sekaligus kemarahan atas minimnya kepedulian terhadap keselamatan anak-anak.

“Bukan salah anak itu, bukan salah orang tua juga. Ini salah sistem yang gagal melindungi nyawa rakyatnya,” tulis seorang pengguna Twitter.

Penutup: Tragedi yang Tak Boleh Terulang

Tragedi di perlintasan tanpa palang pintu ini harus menjadi alarm keras bagi semua pihak. Tidak boleh lagi ada nyawa melayang hanya karena infrastruktur yang diabaikan. Setiap perlintasan harus dipastikan aman, apalagi jika dilewati oleh anak-anak.

Karena sebuah nyawa—terutama nyawa anak—terlalu berharga untuk dijadikan korban kelalaian. Tragedi ini seharusnya menjadi yang terakhir. Tidak boleh ada lagi kata “terlambat” dalam urusan keselamatan publik.