Di tengah gemerlapnya dunia modern dan gaya hidup yang kian konsumtif, masih ada nasihat-nasihat sederhana yang justru menyimpan kekuatan luar biasa. Salah satunya datang dari ulama kharismatik KH. Maimoen Zubair, atau yang akrab disapa Mbah Moen. Dalam salah satu kajian yang pernah beliau sampaikan semasa hidup, Mbah Moen membocorkan rahasia menjadi kaya raya dan menjadi seorang muslim yang baik—semuanya dimulai dari satu hal: membayar hutang dengan hati.

Pesan ini bukan sekadar ceramah biasa. Ini adalah hasil perenungan mendalam dari seorang ulama yang telah mengabdi puluhan tahun dalam dunia keislaman, menjadi guru dari tokoh-tokoh besar seperti Gus Baha, dan dihormati lintas generasi.

Dalam ceramahnya, Mbah Moen menekankan bahwa salah satu ciri orang baik menurut Rasulullah SAW adalah mereka yang memberikan kemudahan kepada orang lain, terutama dalam urusan sosial seperti hutang piutang. Memberi pinjaman kepada yang membutuhkan, dan lebih penting lagi—melunasinya dengan niat baik, adalah tanda keimanan dan kemuliaan hati.

Mungkin gambar 2 orang dan teks yang menyatakan 'Rahasia kaya Raya Lewat Jalur Hutang Mbah Moen'

Beliau mengutip sebuah kisah dari kehidupan Rasulullah SAW. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW pernah meminjam seekor unta yang kurus, tetapi ketika tiba waktu untuk mengembalikannya, beliau justru memberikan unta yang jauh lebih gemuk dan sehat. Ini bukan karena kewajiban, melainkan karena kesadaran dan keluhuran hati.

“Apabila yang berhutang memiliki kesadaran untuk melebihkan pada saat pelunasan, maka lumrahnya orang tersebut akan menjadi orang kaya sebagaimana Kanjeng Nabi,” kata Mbah Moen di hadapan para jamaahnya.

Namun, Mbah Moen juga dengan tegas mengingatkan: jika kelebihan tersebut diperjanjikan sejak awal atau bahkan dipaksakan oleh pemberi hutang, maka itu berubah menjadi riba dan hukumnya haram. Niat melebihkan pelunasan harus lahir dari keikhlasan dan rasa syukur, bukan paksaan.

Beliau memberikan contoh konkret yang sederhana tapi mengena: seseorang meminjam uang sebesar Rp100.000, dan saat melunasi, ia memberikan Rp110.000 tanpa ada kesepakatan sebelumnya. Itulah contoh amal yang dianjurkan. Sikap seperti ini, menurut Mbah Moen, justru akan menarik lebih banyak keberkahan dalam hidup.

Sayangnya, fenomena yang terjadi hari ini justru sebaliknya. Banyak orang yang saat diberi pinjaman merasa senang, namun saat ditagih malah marah atau menghindar. Bahkan, tidak jarang yang melupakan hutangnya begitu saja. Sikap semacam ini, menurut Mbah Moen, bukan hanya menunjukkan kurangnya adab, tapi juga bisa menjadi sebab kesulitan hidup.

“Banyak sekali orang sekarang menjadi fakir atau miskin, karena pada saat melunasi hutang tidak memberikan kemudahan kepada si pemberi hutang,” ujar beliau.

Dalam pandangan beliau, orang yang tidak memiliki niat baik saat melunasi hutang adalah orang yang kurang memiliki rasa. Meski melebihkan pelunasan bukanlah suatu kewajiban, namun perasaan dan kesadaran untuk melakukannya adalah tanda dari pribadi yang luhur.

Lebih dari sekadar soal uang, pesan Mbah Moen menyentuh akar dari kehidupan bermasyarakat: tentang tanggung jawab, rasa syukur, dan menghormati orang yang pernah menolong kita. Beliau menegaskan bahwa Islam bukan hanya mengatur tentang ibadah vertikal, tapi juga sangat peduli terhadap hubungan antarmanusia.

“Sebaik-baik umat muslim adalah mereka yang paham adab dalam hutang piutang,” ucap Mbah Moen.

Apa yang beliau sampaikan sebenarnya sangat relevan dengan kehidupan kita hari ini. Dalam dunia yang serba cepat dan cenderung individualis, kita sering lupa bahwa hutang bukan sekadar angka dalam catatan, tetapi juga menyangkut kepercayaan, harga diri, dan hubungan sosial.

Mbah Moen bukan sedang menggurui. Beliau sedang menyadarkan bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan—seperti membayar hutang dengan hati dan bukan sekadar formalitas—dapat membawa perubahan besar dalam hidup. Dan jika dilakukan secara konsisten, hal itu bisa menjadi jalan untuk mencapai keberkahan dan bahkan kekayaan yang hakiki.

Beliau menutup kajiannya dengan satu pesan yang menggetarkan: kaya itu bukan soal jumlah uang, tapi soal keberkahan yang datang dari sikap hidup yang benar. Dan salah satu jalan menuju itu adalah melalui akhlak dalam urusan hutang.

Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari nasihat sederhana namun mendalam ini. Bukan hanya agar bisa menjadi lebih baik secara finansial, tetapi juga lebih baik sebagai manusia dan sebagai umat muslim yang sejati.