Di balik senyum haru dan pelukan penuh cinta pada seorang bayi mungil, tersimpan cerita perjuangan panjang yang menggetarkan hati. Pasangan sederhana asal Madura, Somidi (51 tahun) dan Su’udiyah (44 tahun), akhirnya memetik hasil dari kesabaran dan ketekunan mereka selama 21 tahun menanti hadirnya sang buah hati. Pada 1 Desember 2020, pasangan ini dianugerahi seorang putri cantik bernama Aisyah—bayi yang lahir lewat proses program bayi tabung yang penuh tantangan.

Kisah ini bukan sekadar tentang teknologi kedokteran modern, tetapi tentang harapan yang tak pernah padam. Tentang keyakinan bahwa meski waktu bergulir dan usia terus bertambah, mukjizat masih bisa datang ketika seseorang tetap teguh dalam doa dan usaha.

Pasangan ini tinggal di Dusun Pakondang Daya, 15 kilometer dari pusat kota Sumenep. Mereka bukan orang berada. Sehari-harinya, mereka mencari nafkah dengan menjual keripik singkong di kompleks wisata religi Asta Tinggi. Namun, keterbatasan ekonomi tak menjadi alasan bagi mereka untuk menyerah. Demi menjalani program bayi tabung di klinik kesuburan di Surabaya, mereka rela menempuh perjalanan darat hingga enam jam, berangkat dini hari pukul 02.00 menggunakan bus antarkota agar tak terlambat konsultasi atau jadwal suntik hormon yang sangat ketat.

Su’udiyah dan Somidi bukan hanya berjuang secara fisik dan materi. Mereka juga menghadapi tekanan emosional dan sosial. Di masyarakat, tak jarang pasangan yang belum dikaruniai anak dianggap “kurang lengkap.” Namun mereka tetap teguh, saling menguatkan satu sama lain, dan percaya bahwa waktu Tuhan adalah yang terbaik.

Dokter Benediktus, yang menangani langsung proses bayi tabung pasangan ini, mengatakan bahwa dari sisi medis, prosesnya tak jauh berbeda dengan pasien lain. Tetapi dari sisi emosional, kasus ini begitu menyentuh. Setelah proses panjang pematangan sel telur, pembuahan di laboratorium, dan pembentukan embrio, pasangan ini harus menunggu hampir setahun hingga kondisi rahim Su’udiyah benar-benar siap untuk menerima embrio yang telah dibuahi.

Selama satu tahun itu, mereka bolak-balik dari Madura ke Surabaya, tanpa keluhan. Hanya senyuman sabar dan harapan yang tak pernah padam. Setiap kunjungan ke klinik adalah babak baru dalam perjuangan mereka. Hingga akhirnya, saat kabar kehamilan itu datang, tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka, hanya air mata bahagia yang mengalir dari semua pihak—pasangan, dokter, hingga perawat.

Ketika hari kelahiran tiba, momen itu menjadi klimaks dari segala penantian. Dalam foto yang diunggah, tampak Su’udiyah memeluk bayi mungilnya dengan wajah penuh haru. Matanya berkaca-kaca, mencerminkan kebahagiaan dan rasa syukur yang tak terkira. Ia tak berkata banyak, namun setiap orang yang melihatnya bisa merasakan betapa dalam rasa cinta dan leganya setelah 21 tahun perjuangan.

Kisah ini menjadi inspirasi dan pengingat bagi banyak orang bahwa tak ada yang sia-sia dari sebuah penantian, jika disertai dengan kesabaran, keyakinan, dan usaha yang tak pernah putus. Program bayi tabung bukan hal yang mudah, baik secara finansial maupun mental. Namun pasangan seperti Somidi dan Su’udiyah menunjukkan bahwa keterbatasan bukan penghalang, jika seseorang benar-benar ingin berjuang.

Bagi sebagian orang, mungkin 21 tahun adalah waktu yang terlalu panjang untuk menunggu kehadiran seorang anak. Tapi bagi Somidi dan Su’udiyah, setiap tahun yang mereka lalui menjadi bagian penting dari perjalanan spiritual dan cinta mereka. Mereka tidak hanya menunggu, tetapi juga menyiapkan diri—baik secara mental, finansial, maupun spiritual—untuk menyambut anak yang akhirnya hadir di tengah-tengah mereka.

Kini, Aisyah tumbuh di tengah kasih sayang luar biasa dari orang tuanya yang telah melewati begitu banyak rintangan demi bisa memeluknya. Ia adalah simbol harapan, jawaban dari doa-doa panjang yang tak pernah putus.

Kisah Somidi dan Su’udiyah bukan sekadar tentang keberhasilan medis. Ini adalah kisah cinta sejati, keteguhan iman, dan keyakinan bahwa dalam hidup, tak ada yang mustahil selama kita terus berjuang dan tidak menyerah. Dari desa kecil di Sumenep, mereka membawa pesan besar untuk dunia: bahwa mukjizat itu nyata, dan ia datang pada mereka yang tak pernah kehilangan harapan.